Selasa, 04 Juni 2013

REKOMENDASI PEDOMAN PERJUANGAN SARINAH GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA

REKOMENDASI
PEDOMAN PERJUANGAN SARINAH
GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ( GMNI ) yang memiliki tanggung jawab dalam mengemban cita – cita revolusi  kebangsaan dan kenegaraan Indonesia serta sebagai organisasi kader yang bertanggung jawab mendidik dan mencetak kader bangsa agar memiliki kesadaran berjuang demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur sesuai cita –cita Sosialisme Indonesia yang terrtuang dalam Pancasila dan pembukaan UUD 1945. Didalam pembukaan UUD 1945 secara gamblang di jelaskan bahwa peran Negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social dengan berdasarkan Pancasila. Memaknai kutipan pembukaan UUD 1945 tersebut bahwa telah jelas Negara tidak mendiskriminasikan antara laki – laki dan perempuan dalam memperoleh hak sebagai seorang warga Negara.

GMNI beranggotakan kader perempuan dan laki – laki dan merupakan elemen penting yang tidak bisa di abaikan, karena kader perempuan dan laki – laki  adalah tulang  punggung dan tenaga penggerak demi eksistensi organisasi, dalam sejarah perjalannya kader perempuan GMNI bukanlah bagian yang mengeksklusifkan diri dari organisasi, kader perempuan GMNI adalah merupakan kader  yang tidak terpisahkan dari kader laki – laki, didalam memaifestasikan gerakan, kader perempuan dan laki – laki  harus berharmonisasi , saling bersinergi dan berkoordinasi, karena pergerakan Sosialisme indonesia dapat terwujud jika laki – laki dan perempuan bersama – sama berjuang, saling bahu membahu agar laki – laki dan perempuan sama – sama merdeka dan sama – sama sejahtera.

GMNI selain organisasi pencetak kader juga merupakan bagian intergral yang tidak terpisahkan dari rakyat, untuk itu maka seorang kader perempuan GMNI adalah seseorang yang harus mampu menjadi pengorganisir bagi komunitas wilayahnya, kader perempuan GMNi mempunyai  tanggung jawab dalam mengembalikan system perekonomian yang berpihak kepada rakyat, kedaulatan dalam sikap politik serta melesyarikan budaya nasional yang menjadi identitas dari bansa Indonesia. Kder perempuan GMNI merupakan symbol dari kaum intelektual  maka harus tanggap pada persolanan bangsa dan mampu memberikan pemikirannya menjawab tantangan globalisasi yang sedang dihadapi oleh rakyat, karena kita telah mengetahui bahwa neoliberalisme telah tumbuh subur di Indonesia dan menyebabkan tidak mandiri dan tidak berdaulatnay Negara baik dalam politik dan ekonomi dan ini menyebabkan kesengasaraan rakyat hingga saat ini.

Tetapi dalam perjalananya GMNI telah mengalami pasang surut dan dinamika itu menjadikan penurunan kuantitas dan kualitas kader yang cukup tajam akibat stagnanisasi regenerasi, dan akibat berdampak pada penuruanan kualitas dan kuantitas kader perempuan , problematika ini haruslah segera di jawab, konsolidasi merupakan hal yang mutlak dan wajib dilakukan dalam upaya sinergitas perjuangan GMNI. Mengingat persoalan mendasar dari kader perempuan adalah kebingungan dalam pergerakannya maka p[erlu di susun sebuah pedoman Gerakan SArinah yang akan menjadi pedoman Gerakan sarinah secara Nasional. Founding father kita Soekarno pernah berkata ” Hai perempuan – perempuan Revolusioner , jadilah revolusioner, tiada kemengnangan revolusioner jika tiada perempuan revolusioner, dan tiada perempuan revolusioner jika tiada pedoman revolusioner”

Kemudian  dari pada itu untuk membentuk organisasi sebagai alat pencetak kader perempuan yang progresif revolusioner serta memiliki    kewajiban berjuang bersama – sama dengan kader laki – laki dalam mewujudkan Sosilaisme Indonesia untuk itu di susunlah pedoman Gerakan Sarinah , sebagai berikut:

A.      PENGUATAN INTERNAL / ORGANISASI

Penguatan Internal /organissai terdiri dari :

a.       Pembentukan lembaga tinggi sarinah GMNI
Lembaga ini di bentuk agar tercipta keselarasaan dalam gerakan sarinah dari pusat ke daerah. GMNI membentuk lembaga tinggi sarinah sebagai wadah berhimpunnya kader – kader perempuan GMNI dan penyelarasan gerakan agar lebih dinamis.

Visi lembaga tinggi sarinah GMNI: “ sarinah gMNi menjadi motor penggerak kelangsungan orgnisasi daan mampu menjadi gaarda terdepan dalam perubahaan – perubahan yang tidask berpihak kepada rakyat terutama maslah perempuan, Sarinah GMNI menjadi kekuatan terbesar dalam gerakan progresif revolusioner”

Misi lembga tinggi Sarinah GMNI adalah:

1.      Mempengaruhi kebijakan politik, ekonomi dan budaya yang tidak adil gender
2.      Menciptakan model – model kaderisasi yang berkaitan dengan isu – isu perempuan
3.      Membangun massa aksi yang berkaitan dengan isu – isu perempuan

Tujuan lembaga tinggi Sarinah:

1.      Mempererat tali silahturahmi sesame kader Sarinah GMNI
2.      Terciptanya keselarasan pola gerak , kaderisasi dan advokasi yang berkaitan dengan isu – isu perempuan
3.      Mempunyai ruang gerak yang lebih luas dalam mengeksploitasi isu – isu tidak adil gender sesame kader perempuan GMNI.

b.      Penyusunan silabus kaderisasi kesarinahan
c.       Penyelarasan struktur gerakan sarinah di seluruh Dewan Pimpinan Cabang se – Indonesia . kedepannya di harapkan di setiap struktur DPC dan Komisariat di masukkan wakil ketua bidang SARINAH yang ruang kerjanya menyikapi setiap isu – isu perempuan dan juga di harapkan dapat etrjalin koordinasi dari peresidium ke DPC dan DPC ke Komisariat mengenai gerakan perempuan.
d.      Pembentukanbulletin/ medialainnya / kolom khusus di bulletin DPC yang telah terbentuk di setiap DPC, khususnya berbicara mengenai gerakan perempuan di masing – masing DPC  se _ Indonesia.
e.       Pembentukan webasite,blog , email sarinah perwakilan darimasing – masing DPC dan mensosialissaikannay ke seluruh DPC – DPC se – Indonesia dan juga presidium.
f.        Melakukan rekruitmen perempuan dis etiap DPC atau komisariat secara berkala agar tidak terjadi stagnasisai genersai serta melaporkan jumlah kdr perempuan ke presidium setiap 6 bulan sekali agar mempermudah pendataan kader perempuan seluruh DPC se – Indonesia.
g.       Melakukna diskusi, seminar, workshop, focus group discussion ( FGD), bedah buku, dll yang berkaitan dengan agenda perempuan dis etiap DPC dan komisariat atau lintas komisariat atau per KORDA atau per-regional.
h.      Mengusahakan pembentukan lembaga – lembaga taktis perempuan perempuan di setiap DPC- DPC.
i.         Pengelolaan dana

Trgetanya setiap bidang SARINAH di seluruh DPC se – Indonesia mempunyai solusi untuk kemandirian ekonomi demi etrwujudny program kerja perempuan.
A.      PENGUATAN EKSTERNAL
Penguatan eksternal terdiri dari :

a.       Mengorganisir
Setiap kader perempuan GMNI harus mampu mengorganisir di wilayah masing – masing karena tujuan yang ingin di capai tidak dapat dilakukan sendiri tetapi harus di lakukan bersama – sama . targetan yang ingin di capai adalah harapkan setiap DPC memiliki satu wilayah dampingan dan setiap periode bertambah 1 wilayah pengorganisiran.

b.      Net working dengan lembaga pemerintahan , LSM, ORMAS,OKP, dll yang berkaitan dengan gerkan perempuan. Dimaksudkan terbangun lembaga taktis dan strategis untuk melakukan transformasi ideology.




PENGERTIAN ADVOKASI BERPERSPEKTIF FEMINIS


Desember 23, 2009 honeyhenilestari Edit
Pengertian Advokasi

Advokasi, hamper sama dengan dengan pengorganisiran merupakan usaha yang sistematis dan terorganisir. Ada berbagai pandanganmengenai advokasi dalam gerakan social. Ada pandangan yang mengatakan aadvokasi merupakan usaha yang sistematis dan terorganisir untuk mengubah kebijakan publik agar pro rakyat, pro perempuan dan mengarah pada kondisi yang baik. Ada juga yang mengatakan bahwa advokasi adalah usaha yang sistematis dan terorganisir untuk mengubah kebijakan publik dan sikap dan nilai-nilai masyarakat dalam rangka menyeimbangkan kekuasaan (perkawinan antara advokasi dan pengorganisiran). Pandangan lain menyatakan advokasi terdiri dari usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang diorganisir dengan menggunakan instrument-instrumen demokrasi untuk bentuk dan melaksanakan hokum-hukum dan kebijakan-kebijakan yang diharapkan dan menciptakan suatu masyarakat yang adil dan merata.

Berbagai pandangan tersebut pada dasarnya benar dan penerapannya diserahkan kepada masing-masing orang. Untuk konteks Indonesia, biasanya untuk advokasi dan pengorganisiran dilakukan bersamaan, karena adanya keyakinan bahwa advokasi memerlukan kesadaran kritis rakyat sehingga diperlukan pengorganisiran di tingkat basis. Pada titik yang lain pengorganisiran membutuhkan advokasi agar terjadi perubahan secara sistematis, terutama di tingkat pengambilan keputusan. Jadi advokasi dan pengorganisiran adalah dua kegiatan yang saling berhubungan satu sama lain, tetapi dapat berdiri sendiri.

Meski demikian perlu ditekankan bahwa kekuasaan merupakan titik sentral dalam upaya advokasi, karena adanya kekuasaan yang tidak seimbang dalam masyarakat. Di lain pihak, orang yang memiliki kekuasaan akan cendrung korup dan berupaya untuk mempertahankan kekuasaan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya mengubah pandangan dan niali-nilai masyarakat dan mengubah kebijakan. Sebagai contoh, melakukan advokasi kebijakan anggaran agar anggaran kesehatan untuk perempuan meningkat dank arena itu perlu dipikirkan upaya untuk mempengaruhi pihak lain agar sama pemikirannya.

Hal-hal tertentu saja, dengan tetap berpijak pada tahapan advokasi:
1.                  Berusaha agar ide yang disampaikan tidak ditolak oleh pihak lain
2.                  Masyarakat bisa menerima ide yang disampaikan
3.                  Masyarakat menerima dan mendukung ide yang di sampaikan
Langkah-langkah melakukan advokasi

Dalam melakukan advokasi diperlakukan langkah-langkah yang sistematis dan terstuktur. Pada umumnya langkah-langkah dalam advokasi sebagai berikut:
1.      Membentuk tim Inti, merumuskan tujuan, mengumpulkan data dan analisis data.
2.      Memilih/mengemas isu, merumuskan isu strategis
3.      Merancang strategi untuk mekancarkan isu/kampanye
4.      Menggalang sekutu dalam rangka mencari dukungan, menentukan konstituen, pengorganisiran
5.      Mempengaruhi pembuat kebijakan melalui hearing, mibilisasi masa, aksi
6.      Membangun opini publik misalnya kampanye,mem-booming-kan isu, menggalang dana
7.      Monev



MEMPERTAJAM ANALISA SOSIAL BERKAITAN DENGAN REALITAS PEREMPUAN INDONESIA KEKINIAN


PAPARAN : VIKTUS MURIN
( SEKJEND GMNI PERIODE 1999 – 2002)
PADA LOKAKRYA NASIONAL SARINAH
SABTU, 5 SEPTEMBER 2009 – GRAHA WISATA KUNINGAN JAKARTA

PROLOG

Berbasisi Spirit Religionsitas Kita Masing – Masing, Dan Di Tengah Suasana Indah Bulan Suci Ramdhan Bagi Semua Saudar a- sebangsa yang menunaikannya, kita patut memanjatkan puji dan syukur ke hadirat ALLAH sang pencipta,atas segala berkat dan hikmah kehidupan yang sedang kita lakoni hari – hari ini.

Apresiasi yang tinggi bagi segenap kader – a perempuan GMNI yang bernaung di bawah rumah “ SARINAH”, atas terelenggaranya lokakarya Nasional Sarinah. Ikhtiar dan kerja keras para Sarinah GMNI yang terrefleksikan melalui kegiatan ini, pasti akan menghantar anda sekalian menjadi kader – kader bangsa yang tangguh di kelak kemudian hari, demi menjawab multi- tantangan kehidupan bangsa di tengah gelombang globalisasi yang kian sumir maknanya.

Berbekalkan keyakinan ideologis sebagai ‘ anak – anak ideologis Soekarno”. Kita semestinya berikthiar untuk selalau siap menjawab setiap panggilan idealisme dalam menguatkan pembentukan karakter bangsa ( nation and character building), sekaligus memupuk dan menumbuhsuburkan kebanggan berbangsa ( spiritof the nation) agar kita mampu melahirkan sosok bangsa yang bermartabat yakni bangsa yang sungguh – sunguh berkedaulatan, berdikari,dan berkpribadian.

TINJAUAN TEORITIS DAN METEDOLOGIS

Secara teoritis analisa social ( ansos ) dapat di maknai sebagai kajian atau analisis situasi dan kondisi social, demi memperoleh gambaran komprehensif mengenai realitas dan fenomena social yang bersentuhan dengan telaah historis, telaah realitas dan dampak masalah, dalam kaitanya dengan berbagai gatra/aspek kehidupan public yakni gatra politik, ekonomi,kebudayaan, agama, dan lain sebagainya. Lazimnya, kaum pemerhati dan pegiat social mendefenisikan Ansos sebagai upaya memosisikan maslah tertentu dalam konteks realitas social yang melingkupi dimensi waktu ( sejarah), konteks struktur ( politik,ekonomi,social, budaya), konteks nilai, dan konteks gradasi lokasi ( local – global).
Ditinjau dari ruang lingkup (scope), Ansos menyentuh setidaknya empat hal yakni; pertama, masalahsosial seperti kemiskinan, penganguran, kriminalitas, de- ideolgisasi, terorisme, krisis lingkungan hidup, degradasi moral, perdagangan manusia , pelacuran dan aborsi, penyalahgunaan narkoba, hedonism dan konsumerisme, kedua, system social seperti budaya/tradisi, tata usaha ekonomi ( UMKM, koperasidan lain sebagainya), system demokrasi/ system pemerintahan ( presidensial, parlementer, multipartai presidensial , otomi daerah ), system pertanian, lembaga social seperti  rumah sakit, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, dan lain sebgainya, keempat, kebijakan public dan dampaknya seperti kenaikan harga BBM, dampak pemberlakuan UU, perda, korupsi, dan lain sebgainya.

Dari perspektif teoritis, Anthony giddens mengemukakan dua kategori analisis social yakni pertama, analisis institusional; nalisis yang menekankan pada keterempilan dan kesdran actor ( pelaku) yang memperlakukan institusi sebagi sumber daya dan aturan yang diproduksi secara terus menerus. Kedua , analisis perilaku strategis ;analisis yang memberikan penekan institusi sebagai sesuatu yang direproduksi secara social.

Dari perspektif empiric, Ansos biasanya dimanfaatkan sebgaimediaum rekayasa social. Kemampuan melakukan analisa secara mendalam yang meliputi kondisi internal dan eksternal serta dampaknya, akan member hasil ppositif terhadap upaya rekayasa social. Sehungan dengan ini , terdapat sejumlah metode SWOT/strength, weaknes, opportunity, theartment), analisa peta pemikiran ( metode buzan), atau analisis berbasisi motif, peluang, dan makna ( metode MOM ? motive, opportunity, mean).

Sedangkan menyangkut paraksi ansoso, langkah – langkah analisis yang dapat ditempuh antara lain pemilihan objek analisis ( asasaran masalah), identifffikasi dan analisa masalah ( pemetaan masalah ) , pengembangan dimensi/ persepsi masalah, dan pembuatan kesimpulan atas masalah ( analisis akar dan solusi masalah).

KOMPARASI TEORI SOSIAL MODERN DAN PANCASILA

Barat, sebagai kiblat teri – teori social modern MEMANG memiliki kontribusi yang lumayan dalam konteks perjalan panjang perdaban modern yang acapkali muncul atau dimaknai sebagai “ universalitas”( sebagai kalangan menemukannya dalam dalam fenomena globalisasi hari – hari ini ). Namun demikian, apabila dikaitkan dengan relaitas sosiologis Indonesia, terdapat hal – hal prinsip yang tidak bisa begitu saja di lekatkan begitu saja dengan “ universalitas”itu.

Bung Karno ( baca ; Sukarno Muda ) sebagai seorangpemikir besar Indonesia telah “ mampu membaca pertenda zaman” sehingga ia mampu mengemukakan “ sintesa” paling mujarab bagi perikehidupan bangsa Indonesia yang kemudian kita kenal sebagai pancasila . sebagai antitesa terhadap realitas dunia yang ketika itu di warnai oleh tubrukan dua ideology besar dunia ; kapitalisme versus Sosialisme dengan segala akibat busukanya terhadapa kemanusian dengan segala akibat busukanya terhadap kemanusian , Bung Karno pun secara brilian melahirkan “ ideology besar khas “ Indonesia yang kemudian kita kenal sebagai pancasila.
Sublimasi pemikiran – pemikran filosofis Bung karno tentang “ Indonesia yang ia cita – citakan “ kemudian muncul dalam pidato terpentingnya pada tanggal 1 Juni 1945 yakni “lahirnya Pntja Sila”. Terhadap kelahiran Pancasila , bung Karno sendiri menolak penyebutan dirinya sebagai “ orang yang melahirkan Pancasila “. Ia lebih suka dan menganggap tepat menyebut dirinya sebagai “ perumus “ . ‘ peng utara ‘ atau “penggali” pancasila. Menurut Bung Karno , Pancasila “

DILEMA ANTARA FEMINISME DAN EMANSIPASI

Dalam dataran praksis gerakan perempuan, wacana feminisme seriong diasumsikan sebagai” teori import” dari barat yang tidak cocok dengan realitas cultural masyarakat Indonesia  yang dominan berkarakter “ ketimuran “ . entah terjebak dalam gejala eufeminisme ( penghalusan bahasa ) , atau memanag orisinil Indonesia , seiring perjalanan waktu gerkaan feminisme di tanah air di konsessuskan dengan sebutan “ Emansipasi’

Terkait dengan hal ini , acuan historis tokoh perempuan yang diidentikan deangan gerkan emansipasi adalah RA. Kartini . kendati dalam banyak hal sosok ini lebih di posisikan sebagai sumber inspirasi bagi gerakan perempuan modern di Indonesia saat ini, mengingat dimensi dan problematika sosila yang menimpa perempuan sudah jauh berbeda modus dan substasinya dibandingkan dengan eranya Kartini.

Perjuangan kauam perempuan dalam ranah public memang sering berhadapan dengan pandangan berbau parasangkais, yang oleh Tommy F. Awuy dis ebut sebagai “ mistifikasi kodrat oerempuan” .namun, mengahadapi kenyataan dilematis semacama ini, para perempuan Indonesia ( termasuk para Sarinah GMNI) , sejauh ini mampu mengatasi dilemma mistifikasi semacama itu dengan kemampuan eksisi di ranah public tanpa mengabaikan kewajiban domestiknya.

Dalam konteks kekinian , isyu – isyu yang etrkait engan kesetaraan gender seperti hak memangku jabatan – jabatan public ( kuota 30 persen perempuan di lembaga legeslatif) , kritisi terhadap UU Pornografi- pornoaksi dan sejumlah UU yang tidak sensitive gender, penangan masalah 0 masalah protitusi; perdagangan manusia, kekerasan terhadapa perempuan, penganiyaan TKI;upah buruh rendah, dan lain sebaginya, boleh di oandanga sebagai keberhasilan kaum perempuan mengelola gerakan emansipasi di tengaha pergumulan maslah bangsa yang kian kompleks.

SARINAH- GMNI , QUO VADIS ?

Apa yanga hendak direfleksikan dan ditaransformasikan oleh GMNI melalui Lokarya Nasional Sarinah ini? Quo vadis , mau keMANA Sarinah GMNI? Mengahadapi aneka tantangan kehidupan bermasyarakat , berbangsa , dan bernegara di masa datang, konsep perjuangan SArinah – GMNI tidak boleh lagi bersifat tambal sulam ( simptomatik), melainkan mesti bersifat mendasar , sistemik, terstruktur dan berkesinambungan.

Untuk itu, sudah sepatutnya Sarinah – GMNI merumuskan ‘ Silabus atau kurikulum perjuangan “ sekaligus rencana ? agenda aksi dalam mempersiapkan , membentuk dan melahirkan para kader bangsa yang mampu menjadi calon pemimpin bangsa di semua lini pengabdian, sekaligus tangguh sebagai pemimpin bangsa di kelak kemudian hari tanpa terjebak dalam berbagai sindrom dan penyakit kekeuasaan.

EPILOG

Mengenai Barat sebagai kiblat peradaban modern, Kahlil Gibran, sang pujangga Lebanon bertutur; “ semangat Barat menjadi teman jika kita menerimanya , tapi menjadi musuh jika dimiliki olehnya; menjadi teman kalau kita membuka hati kepadanya; menjadi musuh kalau kita menyerahkan hati kepadanya; menjadi teman jika yang kita ambil darinya serasi dengan kita , menjadi musuh jika kita membiarkan diri kita diserahkan kepadanya”.

Sedangkan tentang realitas dilematis yang acapkali dihadapi oleh kaum perempuan, Gibran pun bertutur : “Bayi yang di buang adalah anak seorang ibu yang mengandungnya antara cinta dan keyakinan, dan melahirkannya antara kekhawatiran dan ketakutan akan ajal. Ibu itu membendungnya dengan sisa  robekan hatinya, dan meletakkkannya di ambang pintu rumah perawatan yatim – piatau, lau pergi dengan kepala tertunduk karena benban penderitaan. Sebgai pelengkapa dukacitanya engkau dan aku mengejeknya: memalukan, hina sekali!”.


SEKS DAN GENDER DALAM PERPOLITIKAN INDONESIA


Oleh : Sukma Dewi Djakse  **

I.                   PENGANTAR

Seks dan gender sebagai dua perspektif yang berbeda ,memiliki konteks persoalan yang juga berbeda . namun dalam banyak perdebatan, seringkali dua hal ini tidak terpisahkan . kekeliruan tekstual yang berlangsung lama, telah mengaburkan makna seks sebgai pembagian tugasdan fungsi perempuan dan laki – laki berdasarkan biologis , dengan makna gender sebagi pembagian peran sosila politik yang di letakkan kepada pundak perempuan dan laki – laki  berdasarkan struktur social masyrakat setempat.

Dikotomi peran dan fungsi perempuan dan laki – laki dalam masyarakat dan keluargas , telah melanggengkan proses diskriminasi terhadap perempuan. Sebab masyarakat yang masih hidup dengan nilai – nilai patriakhi , memiliki kecenderungan untuk mensubbordinatkan perempaun dalam berbagai ruang , baik runag public maupun domestic. Secara social da politik , permasalah seks dan gender telah menciptakan relasi yang tidak setara dan bahkan eksploitatif.

Oleh karena itu ,,berbicara seksdan gender menjadi tetap bila dikaitkan dengan sissstem perpolitikan di Indonesia . Bagaimana system politik telah mengadopsi dan juga saling  mengauatkan proses ketidakadilan terhadapa perempuan berdasarkan nilai – nilai social – budaya yang disahkan melalaui produk politik dan hokum. Indonwesiakan paska reformasi 98 menjadi tahapan yang pas untuk mengupas wajah masyrakat dan politik kita . Apakah reformasi 98 telah menghantarkan sebuah relasi yang berkeadilan terhadap seluruh warga Negara tanpa membedakan jenis kelaminnnya?.

II. POLITIK PATRIAKHI YANG MASIH BERTAHAN PASCA REFORMASI

Perubahan politik pasca Reformasi , seharusnya merupakan angin segar bagi kehidupan perempaun . Cita – cita reformasi tidak terpisah dari cita – cita kaum perempuan untuk hidup lebih baik dalam berbagai aspek , social maupun politik . namun dalam rentangan waktu yang cukup panjang, persoalan perempuan yang ditinggalakan oleh rezim Orba terus saja menggelayuti wajah masyrakat dan pemerintah, bahkan pada beberap hal , prduk hokum politik pasca Reformasi justru semakin memarginalkan perempuan.

Otonomi daerah yang semestinya menjadi tonggak bgi kemandirian daerah untuk berbebah dan berkarya bagi kemakmuran warganya, justru dimaknai sebagai gerbang bagi peminggiran perempuan . berbagai daerah telah memberlakukan syariat agama yang menjadikan perempuan dengan segala hal yang melekat pada dirinya , sebagai sasaran. Bahkan pada banyak kasus  , korban pelecehan seksual justru dikriminalkan. Kasus guru yang di tangkap sepulang kerja di tngerang beberapa waktu lalau , begitu juga dengan UU pornografi merupakan gambarn bagaimana produk politik hokum telah menjadikan perempuan criminal.
Walaupun , tidak dinafikan bahwa pada pemerinatahb Megawati Sukarnoputri ada ipaya pembaruan melalaui Uu PKRT ( perlindungan dari kekerasan Rumah TAngga ) upaya ini, sayangnya tidak dimaknai dan tidak dipraktekan secara struktur oleh jajaran birokrasi dan elit politik lainnya, sehingga produk yang berdemoktratis ini belum memberikan hasil yang signifikan bagi kesetaraan gender.


II.                MENUJU INDONESIA BERKEADILAN GENDER

Cita – cita proklamasi 1945 sesungguhnya telah menjadirambu awal bagi terwujudkan kehidupan social politik yang berkeadilam geder . karena sebagai warga Negara perempaun menjadi bagian yang terintergralkan dalam keseluruhan proses berbangsa dan bernegara . pada pendiri bangsa tentu saja memahami dan mliki visi yang jauh ke depan dalam meletakkan dasar kehidupan masyarakat termasuk bagaimana menjamin hak politik perempuan dalam pasal – pasal UUD 1945 tidak satupun pasal yang meminggirkan perempuan . namun sekali lagi. Kekuasaan tidak demokratis , korup dan tunduk pada kekuatan modal dengan segala instrumenya seringkali mengabaikan dan berkepentingan terhadap terhadap pemikiran perempuan sewbgai bagian dalam status quo.

Indonesia saat ini tentu saja harus diarahkan pada perjalanan yang berbasiskan ideology bangsa sehingga seluruh warganegara memilliki jaminan atas keadilan dan perlindungan . persoalan seks dan gender bukan dipakai dalam rangka mempertahankan ketidakadilan. Sebaliknya justru menjadi awal dari perdebatan dan pendidikan yang dapat mencerahkan seluruh unsure masyarakat.

*. Tulisan disampaikan dalam diskusi GMNI tgl 4 september 2009 di graha kuningan Jakarta.
* * anggota DPR RI fraksi PDI Perjuangan. Wakil bendahara DPP PDI Perjuangan . ketua umum Srikandi Demokrasi Indonesia.