PAPARAN
: VIKTUS MURIN
(
SEKJEND GMNI PERIODE 1999 – 2002)
PADA
LOKAKRYA NASIONAL SARINAH
SABTU,
5 SEPTEMBER 2009 – GRAHA WISATA KUNINGAN JAKARTA
PROLOG
Berbasisi Spirit Religionsitas Kita Masing – Masing,
Dan Di Tengah Suasana Indah Bulan Suci Ramdhan Bagi Semua Saudar a- sebangsa
yang menunaikannya, kita patut memanjatkan puji dan syukur ke hadirat ALLAH
sang pencipta,atas segala berkat dan hikmah kehidupan yang sedang kita lakoni
hari – hari ini.
Apresiasi yang tinggi bagi segenap kader – a perempuan
GMNI yang bernaung di bawah rumah “ SARINAH”, atas terelenggaranya lokakarya
Nasional Sarinah. Ikhtiar dan kerja keras para Sarinah GMNI yang terrefleksikan
melalui kegiatan ini, pasti akan menghantar anda sekalian menjadi kader – kader
bangsa yang tangguh di kelak kemudian hari, demi menjawab multi- tantangan
kehidupan bangsa di tengah gelombang globalisasi yang kian sumir maknanya.
Berbekalkan keyakinan ideologis sebagai ‘ anak – anak
ideologis Soekarno”. Kita semestinya berikthiar untuk selalau siap menjawab
setiap panggilan idealisme dalam menguatkan pembentukan karakter bangsa (
nation and character building), sekaligus memupuk dan menumbuhsuburkan
kebanggan berbangsa ( spiritof the nation) agar kita mampu melahirkan sosok
bangsa yang bermartabat yakni bangsa yang sungguh – sunguh berkedaulatan,
berdikari,dan berkpribadian.
TINJAUAN TEORITIS DAN METEDOLOGIS
Secara teoritis analisa social ( ansos ) dapat di
maknai sebagai kajian atau analisis situasi dan kondisi social, demi memperoleh
gambaran komprehensif mengenai realitas dan fenomena social yang bersentuhan
dengan telaah historis, telaah realitas dan dampak masalah, dalam kaitanya
dengan berbagai gatra/aspek kehidupan public yakni gatra politik,
ekonomi,kebudayaan, agama, dan lain sebagainya. Lazimnya, kaum pemerhati dan
pegiat social mendefenisikan Ansos sebagai upaya memosisikan maslah tertentu
dalam konteks realitas social yang melingkupi dimensi waktu ( sejarah), konteks
struktur ( politik,ekonomi,social, budaya), konteks nilai, dan konteks gradasi
lokasi ( local – global).
Ditinjau dari ruang lingkup (scope), Ansos menyentuh
setidaknya empat hal yakni; pertama, masalahsosial seperti kemiskinan,
penganguran, kriminalitas, de- ideolgisasi, terorisme, krisis lingkungan hidup,
degradasi moral, perdagangan manusia , pelacuran dan aborsi, penyalahgunaan
narkoba, hedonism dan konsumerisme, kedua, system social seperti
budaya/tradisi, tata usaha ekonomi ( UMKM, koperasidan lain sebagainya), system
demokrasi/ system pemerintahan ( presidensial, parlementer, multipartai
presidensial , otomi daerah ), system pertanian, lembaga social seperti
rumah sakit, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, dan lain sebgainya,
keempat, kebijakan public dan dampaknya seperti kenaikan harga BBM, dampak
pemberlakuan UU, perda, korupsi, dan lain sebgainya.
Dari perspektif teoritis, Anthony giddens mengemukakan
dua kategori analisis social yakni pertama, analisis institusional; nalisis
yang menekankan pada keterempilan dan kesdran actor ( pelaku) yang
memperlakukan institusi sebagi sumber daya dan aturan yang diproduksi secara
terus menerus. Kedua , analisis perilaku strategis ;analisis yang memberikan
penekan institusi sebagai sesuatu yang direproduksi secara social.
Dari perspektif empiric, Ansos biasanya dimanfaatkan
sebgaimediaum rekayasa social. Kemampuan melakukan analisa secara mendalam yang
meliputi kondisi internal dan eksternal serta dampaknya, akan member hasil
ppositif terhadap upaya rekayasa social. Sehungan dengan ini , terdapat
sejumlah metode SWOT/strength, weaknes, opportunity, theartment), analisa peta
pemikiran ( metode buzan), atau analisis berbasisi motif, peluang, dan makna (
metode MOM ? motive, opportunity, mean).
Sedangkan menyangkut paraksi ansoso, langkah – langkah
analisis yang dapat ditempuh antara lain pemilihan objek analisis ( asasaran
masalah), identifffikasi dan analisa masalah ( pemetaan masalah ) , pengembangan
dimensi/ persepsi masalah, dan pembuatan kesimpulan atas masalah ( analisis
akar dan solusi masalah).
KOMPARASI TEORI SOSIAL MODERN DAN PANCASILA
Barat, sebagai kiblat teri – teori social modern
MEMANG memiliki kontribusi yang lumayan dalam konteks perjalan panjang perdaban
modern yang acapkali muncul atau dimaknai sebagai “ universalitas”( sebagai
kalangan menemukannya dalam dalam fenomena globalisasi hari – hari ini ). Namun
demikian, apabila dikaitkan dengan relaitas sosiologis Indonesia, terdapat hal
– hal prinsip yang tidak bisa begitu saja di lekatkan begitu saja dengan “
universalitas”itu.
Bung Karno ( baca ; Sukarno Muda ) sebagai
seorangpemikir besar Indonesia telah “ mampu membaca pertenda zaman” sehingga
ia mampu mengemukakan “ sintesa” paling mujarab bagi perikehidupan bangsa
Indonesia yang kemudian kita kenal sebagai pancasila . sebagai antitesa
terhadap realitas dunia yang ketika itu di warnai oleh tubrukan dua ideology
besar dunia ; kapitalisme versus Sosialisme dengan segala akibat busukanya
terhadapa kemanusian dengan segala akibat busukanya terhadap kemanusian , Bung
Karno pun secara brilian melahirkan “ ideology besar khas “ Indonesia yang
kemudian kita kenal sebagai pancasila.
Sublimasi pemikiran – pemikran filosofis Bung karno
tentang “ Indonesia yang ia cita – citakan “ kemudian muncul dalam pidato
terpentingnya pada tanggal 1 Juni 1945 yakni “lahirnya Pntja Sila”. Terhadap
kelahiran Pancasila , bung Karno sendiri menolak penyebutan dirinya sebagai “
orang yang melahirkan Pancasila “. Ia lebih suka dan menganggap tepat menyebut
dirinya sebagai “ perumus “ . ‘ peng utara ‘ atau “penggali” pancasila. Menurut
Bung Karno , Pancasila “
DILEMA ANTARA FEMINISME DAN EMANSIPASI
Dalam dataran praksis gerakan perempuan, wacana
feminisme seriong diasumsikan sebagai” teori import” dari barat yang tidak
cocok dengan realitas cultural masyarakat Indonesia yang dominan
berkarakter “ ketimuran “ . entah terjebak dalam gejala eufeminisme (
penghalusan bahasa ) , atau memanag orisinil Indonesia , seiring perjalanan
waktu gerkaan feminisme di tanah air di konsessuskan dengan sebutan “
Emansipasi’
Terkait dengan hal ini , acuan historis tokoh
perempuan yang diidentikan deangan gerkan emansipasi adalah RA. Kartini .
kendati dalam banyak hal sosok ini lebih di posisikan sebagai sumber inspirasi
bagi gerakan perempuan modern di Indonesia saat ini, mengingat dimensi dan
problematika sosila yang menimpa perempuan sudah jauh berbeda modus dan
substasinya dibandingkan dengan eranya Kartini.
Perjuangan kauam perempuan dalam ranah public memang
sering berhadapan dengan pandangan berbau parasangkais, yang oleh Tommy F. Awuy
dis ebut sebagai “ mistifikasi kodrat oerempuan” .namun, mengahadapi kenyataan
dilematis semacama ini, para perempuan Indonesia ( termasuk para Sarinah GMNI)
, sejauh ini mampu mengatasi dilemma mistifikasi semacama itu dengan kemampuan
eksisi di ranah public tanpa mengabaikan kewajiban domestiknya.
Dalam konteks kekinian , isyu – isyu yang etrkait
engan kesetaraan gender seperti hak memangku jabatan – jabatan public ( kuota
30 persen perempuan di lembaga legeslatif) , kritisi terhadap UU Pornografi-
pornoaksi dan sejumlah UU yang tidak sensitive gender, penangan masalah 0
masalah protitusi; perdagangan manusia, kekerasan terhadapa perempuan, penganiyaan
TKI;upah buruh rendah, dan lain sebaginya, boleh di oandanga sebagai
keberhasilan kaum perempuan mengelola gerakan emansipasi di tengaha pergumulan
maslah bangsa yang kian kompleks.
SARINAH- GMNI , QUO VADIS ?
Apa yanga hendak direfleksikan dan ditaransformasikan
oleh GMNI melalui Lokarya Nasional Sarinah ini? Quo vadis , mau keMANA Sarinah
GMNI? Mengahadapi aneka tantangan kehidupan bermasyarakat , berbangsa , dan
bernegara di masa datang, konsep perjuangan SArinah – GMNI tidak boleh lagi
bersifat tambal sulam ( simptomatik), melainkan mesti bersifat mendasar ,
sistemik, terstruktur dan berkesinambungan.
Untuk itu, sudah sepatutnya Sarinah – GMNI merumuskan
‘ Silabus atau kurikulum perjuangan “ sekaligus rencana ? agenda aksi dalam
mempersiapkan , membentuk dan melahirkan para kader bangsa yang mampu menjadi
calon pemimpin bangsa di semua lini pengabdian, sekaligus tangguh sebagai
pemimpin bangsa di kelak kemudian hari tanpa terjebak dalam berbagai sindrom
dan penyakit kekeuasaan.
EPILOG
Mengenai Barat sebagai kiblat peradaban modern, Kahlil
Gibran, sang pujangga Lebanon bertutur; “ semangat Barat menjadi teman jika
kita menerimanya , tapi menjadi musuh jika dimiliki olehnya; menjadi teman
kalau kita membuka hati kepadanya; menjadi musuh kalau kita menyerahkan hati
kepadanya; menjadi teman jika yang kita ambil darinya serasi dengan kita ,
menjadi musuh jika kita membiarkan diri kita diserahkan kepadanya”.
Sedangkan tentang realitas dilematis yang acapkali
dihadapi oleh kaum perempuan, Gibran pun bertutur : “Bayi yang di buang adalah
anak seorang ibu yang mengandungnya antara cinta dan keyakinan, dan
melahirkannya antara kekhawatiran dan ketakutan akan ajal. Ibu itu
membendungnya dengan sisa robekan hatinya, dan meletakkkannya di ambang
pintu rumah perawatan yatim – piatau, lau pergi dengan kepala tertunduk karena
benban penderitaan. Sebgai pelengkapa dukacitanya engkau dan aku mengejeknya:
memalukan, hina sekali!”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar