Selasa, 04 Juni 2013

MEMPERTAJAM ANALISA SOSIAL BERKAITAN DENGAN REALITAS PEREMPUAN INDONESIA KEKINIAN


PAPARAN : VIKTUS MURIN
( SEKJEND GMNI PERIODE 1999 – 2002)
PADA LOKAKRYA NASIONAL SARINAH
SABTU, 5 SEPTEMBER 2009 – GRAHA WISATA KUNINGAN JAKARTA

PROLOG

Berbasisi Spirit Religionsitas Kita Masing – Masing, Dan Di Tengah Suasana Indah Bulan Suci Ramdhan Bagi Semua Saudar a- sebangsa yang menunaikannya, kita patut memanjatkan puji dan syukur ke hadirat ALLAH sang pencipta,atas segala berkat dan hikmah kehidupan yang sedang kita lakoni hari – hari ini.

Apresiasi yang tinggi bagi segenap kader – a perempuan GMNI yang bernaung di bawah rumah “ SARINAH”, atas terelenggaranya lokakarya Nasional Sarinah. Ikhtiar dan kerja keras para Sarinah GMNI yang terrefleksikan melalui kegiatan ini, pasti akan menghantar anda sekalian menjadi kader – kader bangsa yang tangguh di kelak kemudian hari, demi menjawab multi- tantangan kehidupan bangsa di tengah gelombang globalisasi yang kian sumir maknanya.

Berbekalkan keyakinan ideologis sebagai ‘ anak – anak ideologis Soekarno”. Kita semestinya berikthiar untuk selalau siap menjawab setiap panggilan idealisme dalam menguatkan pembentukan karakter bangsa ( nation and character building), sekaligus memupuk dan menumbuhsuburkan kebanggan berbangsa ( spiritof the nation) agar kita mampu melahirkan sosok bangsa yang bermartabat yakni bangsa yang sungguh – sunguh berkedaulatan, berdikari,dan berkpribadian.

TINJAUAN TEORITIS DAN METEDOLOGIS

Secara teoritis analisa social ( ansos ) dapat di maknai sebagai kajian atau analisis situasi dan kondisi social, demi memperoleh gambaran komprehensif mengenai realitas dan fenomena social yang bersentuhan dengan telaah historis, telaah realitas dan dampak masalah, dalam kaitanya dengan berbagai gatra/aspek kehidupan public yakni gatra politik, ekonomi,kebudayaan, agama, dan lain sebagainya. Lazimnya, kaum pemerhati dan pegiat social mendefenisikan Ansos sebagai upaya memosisikan maslah tertentu dalam konteks realitas social yang melingkupi dimensi waktu ( sejarah), konteks struktur ( politik,ekonomi,social, budaya), konteks nilai, dan konteks gradasi lokasi ( local – global).
Ditinjau dari ruang lingkup (scope), Ansos menyentuh setidaknya empat hal yakni; pertama, masalahsosial seperti kemiskinan, penganguran, kriminalitas, de- ideolgisasi, terorisme, krisis lingkungan hidup, degradasi moral, perdagangan manusia , pelacuran dan aborsi, penyalahgunaan narkoba, hedonism dan konsumerisme, kedua, system social seperti budaya/tradisi, tata usaha ekonomi ( UMKM, koperasidan lain sebagainya), system demokrasi/ system pemerintahan ( presidensial, parlementer, multipartai presidensial , otomi daerah ), system pertanian, lembaga social seperti  rumah sakit, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, dan lain sebgainya, keempat, kebijakan public dan dampaknya seperti kenaikan harga BBM, dampak pemberlakuan UU, perda, korupsi, dan lain sebgainya.

Dari perspektif teoritis, Anthony giddens mengemukakan dua kategori analisis social yakni pertama, analisis institusional; nalisis yang menekankan pada keterempilan dan kesdran actor ( pelaku) yang memperlakukan institusi sebagi sumber daya dan aturan yang diproduksi secara terus menerus. Kedua , analisis perilaku strategis ;analisis yang memberikan penekan institusi sebagai sesuatu yang direproduksi secara social.

Dari perspektif empiric, Ansos biasanya dimanfaatkan sebgaimediaum rekayasa social. Kemampuan melakukan analisa secara mendalam yang meliputi kondisi internal dan eksternal serta dampaknya, akan member hasil ppositif terhadap upaya rekayasa social. Sehungan dengan ini , terdapat sejumlah metode SWOT/strength, weaknes, opportunity, theartment), analisa peta pemikiran ( metode buzan), atau analisis berbasisi motif, peluang, dan makna ( metode MOM ? motive, opportunity, mean).

Sedangkan menyangkut paraksi ansoso, langkah – langkah analisis yang dapat ditempuh antara lain pemilihan objek analisis ( asasaran masalah), identifffikasi dan analisa masalah ( pemetaan masalah ) , pengembangan dimensi/ persepsi masalah, dan pembuatan kesimpulan atas masalah ( analisis akar dan solusi masalah).

KOMPARASI TEORI SOSIAL MODERN DAN PANCASILA

Barat, sebagai kiblat teri – teori social modern MEMANG memiliki kontribusi yang lumayan dalam konteks perjalan panjang perdaban modern yang acapkali muncul atau dimaknai sebagai “ universalitas”( sebagai kalangan menemukannya dalam dalam fenomena globalisasi hari – hari ini ). Namun demikian, apabila dikaitkan dengan relaitas sosiologis Indonesia, terdapat hal – hal prinsip yang tidak bisa begitu saja di lekatkan begitu saja dengan “ universalitas”itu.

Bung Karno ( baca ; Sukarno Muda ) sebagai seorangpemikir besar Indonesia telah “ mampu membaca pertenda zaman” sehingga ia mampu mengemukakan “ sintesa” paling mujarab bagi perikehidupan bangsa Indonesia yang kemudian kita kenal sebagai pancasila . sebagai antitesa terhadap realitas dunia yang ketika itu di warnai oleh tubrukan dua ideology besar dunia ; kapitalisme versus Sosialisme dengan segala akibat busukanya terhadapa kemanusian dengan segala akibat busukanya terhadap kemanusian , Bung Karno pun secara brilian melahirkan “ ideology besar khas “ Indonesia yang kemudian kita kenal sebagai pancasila.
Sublimasi pemikiran – pemikran filosofis Bung karno tentang “ Indonesia yang ia cita – citakan “ kemudian muncul dalam pidato terpentingnya pada tanggal 1 Juni 1945 yakni “lahirnya Pntja Sila”. Terhadap kelahiran Pancasila , bung Karno sendiri menolak penyebutan dirinya sebagai “ orang yang melahirkan Pancasila “. Ia lebih suka dan menganggap tepat menyebut dirinya sebagai “ perumus “ . ‘ peng utara ‘ atau “penggali” pancasila. Menurut Bung Karno , Pancasila “

DILEMA ANTARA FEMINISME DAN EMANSIPASI

Dalam dataran praksis gerakan perempuan, wacana feminisme seriong diasumsikan sebagai” teori import” dari barat yang tidak cocok dengan realitas cultural masyarakat Indonesia  yang dominan berkarakter “ ketimuran “ . entah terjebak dalam gejala eufeminisme ( penghalusan bahasa ) , atau memanag orisinil Indonesia , seiring perjalanan waktu gerkaan feminisme di tanah air di konsessuskan dengan sebutan “ Emansipasi’

Terkait dengan hal ini , acuan historis tokoh perempuan yang diidentikan deangan gerkan emansipasi adalah RA. Kartini . kendati dalam banyak hal sosok ini lebih di posisikan sebagai sumber inspirasi bagi gerakan perempuan modern di Indonesia saat ini, mengingat dimensi dan problematika sosila yang menimpa perempuan sudah jauh berbeda modus dan substasinya dibandingkan dengan eranya Kartini.

Perjuangan kauam perempuan dalam ranah public memang sering berhadapan dengan pandangan berbau parasangkais, yang oleh Tommy F. Awuy dis ebut sebagai “ mistifikasi kodrat oerempuan” .namun, mengahadapi kenyataan dilematis semacama ini, para perempuan Indonesia ( termasuk para Sarinah GMNI) , sejauh ini mampu mengatasi dilemma mistifikasi semacama itu dengan kemampuan eksisi di ranah public tanpa mengabaikan kewajiban domestiknya.

Dalam konteks kekinian , isyu – isyu yang etrkait engan kesetaraan gender seperti hak memangku jabatan – jabatan public ( kuota 30 persen perempuan di lembaga legeslatif) , kritisi terhadap UU Pornografi- pornoaksi dan sejumlah UU yang tidak sensitive gender, penangan masalah 0 masalah protitusi; perdagangan manusia, kekerasan terhadapa perempuan, penganiyaan TKI;upah buruh rendah, dan lain sebaginya, boleh di oandanga sebagai keberhasilan kaum perempuan mengelola gerakan emansipasi di tengaha pergumulan maslah bangsa yang kian kompleks.

SARINAH- GMNI , QUO VADIS ?

Apa yanga hendak direfleksikan dan ditaransformasikan oleh GMNI melalui Lokarya Nasional Sarinah ini? Quo vadis , mau keMANA Sarinah GMNI? Mengahadapi aneka tantangan kehidupan bermasyarakat , berbangsa , dan bernegara di masa datang, konsep perjuangan SArinah – GMNI tidak boleh lagi bersifat tambal sulam ( simptomatik), melainkan mesti bersifat mendasar , sistemik, terstruktur dan berkesinambungan.

Untuk itu, sudah sepatutnya Sarinah – GMNI merumuskan ‘ Silabus atau kurikulum perjuangan “ sekaligus rencana ? agenda aksi dalam mempersiapkan , membentuk dan melahirkan para kader bangsa yang mampu menjadi calon pemimpin bangsa di semua lini pengabdian, sekaligus tangguh sebagai pemimpin bangsa di kelak kemudian hari tanpa terjebak dalam berbagai sindrom dan penyakit kekeuasaan.

EPILOG

Mengenai Barat sebagai kiblat peradaban modern, Kahlil Gibran, sang pujangga Lebanon bertutur; “ semangat Barat menjadi teman jika kita menerimanya , tapi menjadi musuh jika dimiliki olehnya; menjadi teman kalau kita membuka hati kepadanya; menjadi musuh kalau kita menyerahkan hati kepadanya; menjadi teman jika yang kita ambil darinya serasi dengan kita , menjadi musuh jika kita membiarkan diri kita diserahkan kepadanya”.

Sedangkan tentang realitas dilematis yang acapkali dihadapi oleh kaum perempuan, Gibran pun bertutur : “Bayi yang di buang adalah anak seorang ibu yang mengandungnya antara cinta dan keyakinan, dan melahirkannya antara kekhawatiran dan ketakutan akan ajal. Ibu itu membendungnya dengan sisa  robekan hatinya, dan meletakkkannya di ambang pintu rumah perawatan yatim – piatau, lau pergi dengan kepala tertunduk karena benban penderitaan. Sebgai pelengkapa dukacitanya engkau dan aku mengejeknya: memalukan, hina sekali!”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar