Selasa, 04 Juni 2013

SEKS DAN GENDER DALAM PERPOLITIKAN INDONESIA


Oleh : Sukma Dewi Djakse  **

I.                   PENGANTAR

Seks dan gender sebagai dua perspektif yang berbeda ,memiliki konteks persoalan yang juga berbeda . namun dalam banyak perdebatan, seringkali dua hal ini tidak terpisahkan . kekeliruan tekstual yang berlangsung lama, telah mengaburkan makna seks sebgai pembagian tugasdan fungsi perempuan dan laki – laki berdasarkan biologis , dengan makna gender sebagi pembagian peran sosila politik yang di letakkan kepada pundak perempuan dan laki – laki  berdasarkan struktur social masyrakat setempat.

Dikotomi peran dan fungsi perempuan dan laki – laki dalam masyarakat dan keluargas , telah melanggengkan proses diskriminasi terhadap perempuan. Sebab masyarakat yang masih hidup dengan nilai – nilai patriakhi , memiliki kecenderungan untuk mensubbordinatkan perempaun dalam berbagai ruang , baik runag public maupun domestic. Secara social da politik , permasalah seks dan gender telah menciptakan relasi yang tidak setara dan bahkan eksploitatif.

Oleh karena itu ,,berbicara seksdan gender menjadi tetap bila dikaitkan dengan sissstem perpolitikan di Indonesia . Bagaimana system politik telah mengadopsi dan juga saling  mengauatkan proses ketidakadilan terhadapa perempuan berdasarkan nilai – nilai social – budaya yang disahkan melalaui produk politik dan hokum. Indonwesiakan paska reformasi 98 menjadi tahapan yang pas untuk mengupas wajah masyrakat dan politik kita . Apakah reformasi 98 telah menghantarkan sebuah relasi yang berkeadilan terhadap seluruh warga Negara tanpa membedakan jenis kelaminnnya?.

II. POLITIK PATRIAKHI YANG MASIH BERTAHAN PASCA REFORMASI

Perubahan politik pasca Reformasi , seharusnya merupakan angin segar bagi kehidupan perempaun . Cita – cita reformasi tidak terpisah dari cita – cita kaum perempuan untuk hidup lebih baik dalam berbagai aspek , social maupun politik . namun dalam rentangan waktu yang cukup panjang, persoalan perempuan yang ditinggalakan oleh rezim Orba terus saja menggelayuti wajah masyrakat dan pemerintah, bahkan pada beberap hal , prduk hokum politik pasca Reformasi justru semakin memarginalkan perempuan.

Otonomi daerah yang semestinya menjadi tonggak bgi kemandirian daerah untuk berbebah dan berkarya bagi kemakmuran warganya, justru dimaknai sebagai gerbang bagi peminggiran perempuan . berbagai daerah telah memberlakukan syariat agama yang menjadikan perempuan dengan segala hal yang melekat pada dirinya , sebagai sasaran. Bahkan pada banyak kasus  , korban pelecehan seksual justru dikriminalkan. Kasus guru yang di tangkap sepulang kerja di tngerang beberapa waktu lalau , begitu juga dengan UU pornografi merupakan gambarn bagaimana produk politik hokum telah menjadikan perempuan criminal.
Walaupun , tidak dinafikan bahwa pada pemerinatahb Megawati Sukarnoputri ada ipaya pembaruan melalaui Uu PKRT ( perlindungan dari kekerasan Rumah TAngga ) upaya ini, sayangnya tidak dimaknai dan tidak dipraktekan secara struktur oleh jajaran birokrasi dan elit politik lainnya, sehingga produk yang berdemoktratis ini belum memberikan hasil yang signifikan bagi kesetaraan gender.


II.                MENUJU INDONESIA BERKEADILAN GENDER

Cita – cita proklamasi 1945 sesungguhnya telah menjadirambu awal bagi terwujudkan kehidupan social politik yang berkeadilam geder . karena sebagai warga Negara perempaun menjadi bagian yang terintergralkan dalam keseluruhan proses berbangsa dan bernegara . pada pendiri bangsa tentu saja memahami dan mliki visi yang jauh ke depan dalam meletakkan dasar kehidupan masyarakat termasuk bagaimana menjamin hak politik perempuan dalam pasal – pasal UUD 1945 tidak satupun pasal yang meminggirkan perempuan . namun sekali lagi. Kekuasaan tidak demokratis , korup dan tunduk pada kekuatan modal dengan segala instrumenya seringkali mengabaikan dan berkepentingan terhadap terhadap pemikiran perempuan sewbgai bagian dalam status quo.

Indonesia saat ini tentu saja harus diarahkan pada perjalanan yang berbasiskan ideology bangsa sehingga seluruh warganegara memilliki jaminan atas keadilan dan perlindungan . persoalan seks dan gender bukan dipakai dalam rangka mempertahankan ketidakadilan. Sebaliknya justru menjadi awal dari perdebatan dan pendidikan yang dapat mencerahkan seluruh unsure masyarakat.

*. Tulisan disampaikan dalam diskusi GMNI tgl 4 september 2009 di graha kuningan Jakarta.
* * anggota DPR RI fraksi PDI Perjuangan. Wakil bendahara DPP PDI Perjuangan . ketua umum Srikandi Demokrasi Indonesia.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar